Kota Bandung .infonasionalnews– Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat menyelenggarakan Rapat Paripurna di Ruang Rapat Paripurna DPRD Provinsi Jawa Barat, Jalan Diponegoro No.27, Kota Bandung, pada Kamis (22/05/2025). Rapat ini dipimpin oleh Pimpinan DPRD dan dihadiri oleh para Anggota DPRD serta Gubernur Jawa Barat,
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang akhirnya hadir dalam Paripurna DPRD Jawa Barat pada Kamis (22/5), setelah sebelumnya sempat terjadi aksi walk out oleh anggota Fraksi PDI Perjuangan dalam paripurna sebelumnya.
Ia hadir dengan mengenakan pakaian khasnya, serba putih, termasuk celana, baju, dan ikat kepala.
Rapat Paripurna tersebut terbagi ke dalam dua agenda utama. Agenda pertama meliputi:
1. Penyampaian laporan Panitia Khusus (Pansus) II;
2. Persetujuan terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Investasi dan Kemudahan Berusaha;
3. Penandatanganan persetujuan bersama antara DPRD dan Pemerintah Daerah;
4. Penyampaian pendapat akhir oleh Gubernur Jawa Barat.
Sementara itu, agenda kedua mencakup:
1. Penyampaian laporan Panitia Khusus (Pansus) IV;
2. Penetapan hasil pembahasan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur Tahun Anggaran 2024;
3. Penyampaian rekomendasi DPRD kepada Gubernur Jawa Barat atas hasil pembahasan LKPJ;
4. Sambutan resmi dari Gubernur Jawa Barat.
Keduanya terlihat berjabat tangan dan saling mengacungkan jempol, mencuri perhatian hadirin di ruang sidang. Dedi yang kini menjabat sebagai Gubernur Jabar, bahkan menyapa Ono, Wakil Ketua DPRD Jabar dari PDIP, dengan nada penuh canda dan sanjungan dalam sambutannya.
“Tokoh spektakuler kita yang sangat populer di antara politisi DPRD Provinsi Jawa Barat, Bapak Ono Surono,” ucap Dedi, disambut gelak tawa di ruangan.
Padahal, sebelumnya hubungan keduanya sempat tegang. Ono dikenal sebagai salah satu pengkritik vokal Dedi, terutama soal kebijakan dan gaya politiknya. Bahkan, Fraksi PDIP pernah melakukan aksi walkout dari sidang paripurna sebagai bentuk protes terhadap dinamika internal politik di Jabar.
Namun hari itu, tensi politik mencair, dan suasana justru terasa ringan. Dedi bahkan bergurau kepada anggota DPRD.
“Sampurasun, sekali merdeka tetap, walk out secara bersama-sama,” canda Dedi yang disambut senyum hadirin.
Momen ini menjadi sinyal positif bahwa di balik silang pendapat politik, komunikasi dan kebersamaan tetap mungkin dijaga, demi stabilitas dan kepentingan masyarakat Jawa Barat.
Dalam paripurna tersebut ada hal menarik yaitu Pidato Dedi Mulyadi Mengguncang DPRD Jabar: Kritik, Solusi, dan Ajak Walk Out Bersama
Pidato Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dalam rapat paripurna DPRD Jabar menuai sorotan. Dalam orasinya yang penuh semangat, ia menyampaikan kritik, solusi, dan bahkan menyentil anggota dewan hingga mengajak walk out bersama demi kepentingan rakyat.
Bandung, Infonasionalnews — Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi kembali mencuri perhatian publik lewat pidatonya yang berapi-api di hadapan DPRD Jawa Barat pada Jumat (tanggal lengkap). Dalam forum resmi tersebut, Dedi membuka pidato dengan gaya khasnya yang santai dan penuh sindiran halus kepada para politisi.
“Saya tahu kontrak media Pak Ono sudah banyak,” sindirnya sambil tertawa, menandai pembuka pidato yang tak biasa.
Namun isi pidato segera beralih ke hal-hal serius: Dedi menyampaikan apresiasi kepada Kejaksaan Agung yang menindak kasus dugaan penyimpangan kredit sebesar Rp600 miliar tanpa agunan oleh mantan pejabat BJB. Ia menegaskan bahwa koreksi telah dilakukan melalui RUPS BJB dan memastikan kasus ini tak mengganggu stabilitas keuangan daerah.
Tak hanya itu, Dedi menyoroti banyak persoalan mendasar di Jawa Barat, seperti:
Tingginya angka kemiskinan, yang menurutnya tidak hanya akibat rendahnya pendapatan, tetapi juga karena biaya hidup yang terus meningkat, terutama dalam sektor pendidikan.
Alih fungsi lahan dan kerusakan lingkungan, yang disebutnya sebagai penyebab utama musibah dan penurunan sumber daya alam.
Problem pendidikan, di mana meski sekolah dinyatakan gratis, namun biaya seragam dan konsumsi tetap menjadi beban berat bagi warga miskin.
Kelemahan sistem perizinan investasi, yang membuat banyak pabrik menunda operasional, seperti kasus pabrik sepatu di Indramayu.
Tingginya harga tanah, yang menghambat ekspansi industri seperti BYD karena warga menaikkan harga secara drastis.
Dedi juga menyampaikan perlunya integrasi antara pembangunan provinsi, kabupaten/kota, dan desa, termasuk pemetaan lokasi kemiskinan dan infrastruktur bermasalah hingga ke tingkat desa.
Dengan suara yang meninggi, ia menegaskan bahwa aksinya yang sering viral, seperti operasi tambang liar, adalah langkah taktis, bukan pencitraan. “Kalau saya rapat duluan, besoknya tambang udah kosong,” sindirnya.
Di akhir pidatonya, Dedi Mulyadi sempat menyentuh aspek emosional, dengan kisah anak-anak dari keluarga miskin yang kini tinggal di rumah dinas Gubernur setelah tak dijemput orang tuanya. Ia mengajak seluruh pihak untuk berpikir layaknya “ketua RT dan kepala desa”, bukan sekadar pejabat struktural.
“Saya tidak hanya gubernur, saya bisa jadi ketua RW kalau itu membuat rakyat lebih dekat dan didengar,” tutupnya, disambut tepuk tangan di ruang sidang.
Usai sidang, Dedi memastikan bahwa perbedaan pandangan politik bukan berarti permusuhan pribadi.
“Problemnya apa, kan memang tidak ada. Politisi beda pendapat dan pandangan biasa, tapi tidak menghilangkan aspek personal,” tegasnya.
Momen ini menjadi sinyal positif bahwa di balik silang pendapat politik, komunikasi dan kebersamaan tetap mungkin dijaga, demi stabilitas dan kepentingan masyarakat Jawa Barat.(Ivan Sukenda)**.